Selasa, 07 Oktober 2014

Tana Toraja, Keunikan dari Provinsi Sulawesi Selatan

Perjalananku ke Tana Toraja adalah tujuan wisata yang pertama aq jalanani di bumi Celebes, menyambung edisi ekspedisi latimojong dengan alur mundur, selepas mendarat di bandara International Hasanuddin, aq dan temanku Patuan Handaka Pulungan berjanji bertemu di terminal Bus Litha Co. dengan tujuan Makale dan Rantepao yang beralamat di Jalan Urip Siswomiharjo, Kota Makassar. Pada tanggal 24 Mei 2014, pukul 09.00 WITA, bus eksekutif yang kami tumpangi pun melaju dengan mulus diatas jalan raya Provinsi Sulawesi Selatan yang mulus, lebar dan datar.


Kami pun sampai di Makale pada tanggal 25 Mei 2014, pukul 05.00 WITA, dan melanjutkan perjalanan ke Rantepao dan tiba sekitar jam 06.00 WITA. Makale adalah ibukota Kabupaten Tana Toraja, sementara Rantepao adalah ibukota Kabupaten Tana Toraja Utara, pecahan dari kabupaten induknya, Tana Toraja. Toraja adalah suku yang sangat unik, berbeda dengan suku-suku lainnya di Sulawesi Selatan lainnya. Suku Toraja lebih suka tinggal di pegunungan, berbeda dengan budaya Makassar dan Bugis yang terkenal dengan para pelaut dan kapal pinishi. Secara keyakinan, suku Toraja didominasi oleh yang beragama Nasrani, disamping kepercayaan setempat.
 
Karena bentuk rumah adatnya yang unik, tertera di uang pecahan Rp 5000,- edisi 1980. Saya pun sedari kecil bercita-cita menjejakkan kaki di Tana Toraja. Suku Toraja memiliki kepercayaan reinkarnasi, layaknya Umat Hindu. Sehingga mereka menguburkan orang yang sudah wafat di tebing gunung. Karena topografi alam dari Sulawesi Selatan yang berupa bukit kapur dan bertebing-tebing,  surga buat para pecinta panjat tebing dari seluruh Indonesia.

Kembali ke Rantepao, Kami pun memilih Wisma Maria sebagai tempat peristirahatan. Wisma Maria terletak tidak jauh dari pusat kota Rantepao. Per hari sewanya adalah Rp 100.000,- dan sekaliam kami menyewa sepeda motor sebagai akomodasi transportasi seharga Rp 60.000/ per hari.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Londa. Sebuah pemakaman bangsawan suku Toraja yang terletak kira-kira 5 km  dari Rantepao arah selatan (menuju arah Makale). Pemakaman yang terdiri dari tebing batuan kapur yang mempunyai goa alami.





Kami menyusuri goa tersebut dengan bantuan pemandu setempat. Untuk dapat menyusuri goa ini dari satu sisi ke sisi lainnya, tidak bisa dilalui oleh orang yang gemuk. Karena goanya pada titik tertentu harus merangkak.











Tujuan berikutnya adalah Lemo,  jaraknya 3 km dari Londa, adalah pemakaman terkenal lainnya yang ada di Toraja. Pada pemakaman ini cirri khas yang menonjol adalah pakaian patung yang menyerupai orang yang telah wafat bercorak warna merah dan ada dua rumah adat tongkonan yang lumayan besar, merupakan keranda mayat, terletak di depan pemakaman. Disekitar pemakaman banyak juga rumah adat yang sudah berumur ratusan tahun yang atapnya sudah ditumbuhi oleh lumut.







Kami pun menyempatkan berfoto dengan anak-anak yang berkebetulan bermain sepakbola di depan rumah adat yang atapnya sudah ditumbuhi oleh lumut. 


Tujuan selanjutnya adalah Kete’ Ketsu, sebuah kompleks perumahan tradisional Tongkonan yang masyhur. Dan diabadikan di lembar uang Rp 5000,- edisi tahun 1980-an. Berjarak 4 km dari Rantepao. Disini terdapat kerbau khas Toraja yang begitu besar dan cantik. Dibagian belakang kompleks perumahan tradisional Kete’ Ketsu ini juga terdapat kompleks pemakaman.







Tujuan selanjutnya adalah mengunjungi desa Batutumonga. Terletak 30 km dari Rantepao menuju arah utara. Desa Batutumonga terletak di puncak Gunung Sesean yang mempunyai ketinggian lebih dari 2000 mdpl. Siap-siap merasakan ekstremnya jalan dan dinginnya suhu yang akan dirasakan. Tetapi semua hal tersebut terbayar dengan pemandangan yang luar biasa. Terkadang kita bisa melihat warna pelangi yang begitu indah menerpa lembah Rantepao.




Sepulang dari Desa Batutumonga, kami pun kembali ke Rantepao untuk malamnya berangkat ke Pasar Cakke Kabupaten Enrekang. Melanjutkan ekspedisi selanjutnya yaitu mendaki atap Pulau Sulawesi, Puncak Rantemario, Gunung Latimojong (catper sudah diterbitkan pada edisi sebelumnya)
N/B:
  1. Biaya : Makassar-Rantepao/Makale = Rp. 150.000 (bus executive) kalau maw bus yang lebih murah ada, tapi kenyamanan dan waktu tempuh lebih lama. Sewa Penginapan = Rp 60.000 – Rp 100.000/hari. Sewa sepeda motor = Rp 60.000/12 jam. Tiket masuk = Rp 10.000 – 20.000/objek.
  2. Khusus di Londa, untuk dapat memasuki gua makam, harus memakai jasa pemandu dengan bayaran Rp. 30.000 dengan fasilitas lampu badai.
  3. Sebaiknya jika mendaki Gunung Latimojong, maka tujuan selanjutnya adalah ke Tana Toraja, bukan sebaliknya. Karena akses Kabupaten Enrekang – Tana Toraja banyak tersedia mobil sewa/charter unutuk perjalanan pulang – pergi. Namun jika dari Tana Toraja ke Kab Enrekang, sangat sulit didapatkan mobil sewa/charter.