Selepas dari Perjalananku di Kota Makassar atau lebih
tepatnya lanjutan catper turun dari Gunung Latimojong, pada tanggal 31 Mei 2014
pukul 09.10 WITA, pesawat Li*n Air membawa aq dan bro Herman lepas landas dari bandara
Hasanuddin Makassar menuju bandara Sam Ratulangi (Manado). Ditengah perjalanan
aq disuguhi pemandangan Teluk Tomini yang indah, sebuah teluk yang cukup besar
di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah (semoga suatu saat bisa berkunjung kesana).
Dan pada waktu itu hari cukup cerah. Perjalanan dari Makassar – Manado via
udara adalah 1 jam 40 menit. Dan kami pun sampai di Manado pada pukul
10.50 WITA.
Jarak bandara Sam Ratulangi menuju kota Manado adalah 18 km.
Kami pun menyewa travel untuk transportasi menuju kota Manado. Kalau boleh
dibandingkan, jalanan kota Manado mirip dengan kota Pematangsiantar di Sumatera
Utara. Jalanannya lumayan sempit dan berbukit-bukit. Yang membedakan keduanya
adalah, kota Manado jauh lebih metropolitan karena memang merupakan ibukota
Propinsi Sulawesi Utara dan merupakan daerah tujuan utama wisata di Indonesia.
Kembali sedikit ke belakang, pada awalnya, rute perjalananku
selanjutnya adalah Kepulauan Wakatobi (Taman Bawah Laut Wakatobi yang terkenal
dengan Pari Manta). Namun setelah membaca beberapa referensi dan berfikir
secara mendalam, untuk solo travel, Wakatobi belum bisa menjanjikan. Karena
beberapa referensi menyatakan lebih baik membawa rombongan agar biaya yang
ditanggung lebih murah karena fasilitas belum selengkap di Manado.
Manado menarik minat saya karena dua hal, yang pertama
adalah pesona Taman Bawah laut Bunaken dan yang kedua adalah Wanitanya yang
terkenal cantik-cantik (perpaduan darah portugis, philipina dan china) yaitu
berkulit putih dan berwajah oval. Dan dalam perjalanan ini, aq sangat
menikmatinya karena keduanya sangat benar 100%. Top markotop lah. Namun satu hl
yang membuat aq agak kecewa adalah kota Manado di berbagai sudut kotanya dan
termasuk Pelabuhan Penyeberangan ke Pulau Bunaken, Siladen dan Manado Tua tidak
cukup tertata dan banyak sampah.
Setelah sampai di Manado, kami pun mencari penginapan.
Karena teman aq, Herman, sudah biasa ke Manado, kami pun jalan sendiri-sendiri.
Aq lebih memilih menikmati suasana kota Manado. Dan dia pun sudah berjanji untuk
bertemu dengan temannya di Manado Town Square.
Dengan bantuan peta wisata yang sudah aq cetak, tujuan
utamaku adalah Zero Point. Ternyata tidak terlalu jauh dari tempat kami
menginap. Zero Point adalah pusat pertemuan angkot di Seluruh Kota Manado, dan
juga merupakan titik Nol Km kota Manado. Zero Point merupakan Tugu yang
berlambang Bola Dunia, yang melambangkan perdamaian.
Dari Zero Point aq menuju sebuah Fly Over, yang ternyata
belum selesai. Menurut penuturan masyarakat setempat, Fly Over tersebut akan
membentuk sebuah jembatan yang bernama Jembatan Soekarno-Hatta. Yang akan
menjadi solusi dari kemacetan yang melanda kota Manado beberapa tahun terakhir.
Benar saja, setelah berjalan-jalan disekitaran pantai dekat tugu besar di tepi
pantai, dan berkelanana di pasar sehati, untuk mencapai sisi kota Manado di
seberang muara sungai yang cukup besar, hanya dihubungkan oleh sebuah jembatan
saja. Kota Manado di sore hari sangatlah macet.
Dan akhirnya, waktu magrib pun tiba. Tidak sengaja aq sholat
di masjid Fath Awal (di wilayah Utara kota Manado), yang merupakan masjid
pertama di kota Manado. Sebagai catatan, kota Manado didiami penduduk dengan
komposisi 70 % beragama Kristen dan 27% beragama Islam.
Selepas sholat magrib, aq pun naik angkot menuju batas selatan
kota Manado, yaitu terminal Malalayang. Dan akhirnya kembali ke penginapan.
Pada keesokan harinya, tanggal 1 Juni 2014 aq pun pergi ke
Pelabuhan Marina, tempat kapal penyeberangan ke Bunaken. Pelabuhan Marina tepat
berada dibawah Jembatan Layang Soekarno Hatta yang sedang dibangun. Karena
biaya untuk sewa kapal lumayan mahal, maka aq menunggu beberapa orang yang bisa
diajak bareng menuju Bunaken. Akhirnya aq bertemu dengan 3 orang. Kami pun
berangkat menuju Pulau Bunaken memakai jasa boat sewa.
Sepanjang perjalanan merupakan pemandangan yang indah. Sesekali
penyu dan berbagai macam ikan yang lumayan besar menampakkan dirinya. Dan setelah
40 menit, kami pun sampai di Pulau Bunaken.
Disini qt bisa menyewa alat-alat
snorkeling maupun diving. Plus ada paket sesi foto-foto bawah laut jika tidak
membawa kamera Underwater. Sewa alat snorkeling lengkap (mask, snorkel, baju
renang dan finch/kaki katak) adalah Rp. 150.000,- dan sewa jasa foto bawah laut
adalah Rp. 350.000,-/per kapal untuk seratusan foto. Setelah memakai pakaian
yang pas, kami pun bergerak menuju spot snorkeling dengan kapal boat yang
tadinya kami tumpangi. Untuk paket diving mungkin agak mahal, kalau tidak salah
mencapai Rp. 800.000,-/orang untuk beberapa kali penyelaman per harinya. Jangan
lupa membawa biskuit untuk memancing ikan-ikan berada disekeliling qt dengan
memberinya makan. Sekedar info, agar setelah bersnorkeling atau diving tidak
kelaparan. Ada baiknya jika qt memesan menu ikan laut yang tersedia di beberapa
warung makan yang ada disini (jika tidak membawa bontot sebelumnya).
Di bunaken, kelestarian terumbu karang begitu terjaga,
sehingga tidak boleh sembarangan untuk melakukan snorkeling atau diving. Sehingga
supir boat kami pun menjadi pemandu sekaligus guru dalam snorkeling kali ini. Kami
pun sampai di spot snorkeling untuk yang pemula. Tampak dari kejauhan ada
beberapa rombongan yang melakukan diving tidak terlalu jauh dari tempat kami
akan bersnokeling ria.
Benar saja, air sangat jernih sekali dan ikannya sangat
banyak. Ingin rasanya langsung menceburkan diri ke laut. Dan akhirnya, kami pun
melompat ke laut setelah memakai peralatan degan lengkap.
Menurut penuturan dari guide yang membawa kami, spot ini
adalah tempat syuting iklan stasiun TV RC*I dimana ketika zaman dulu masyhur
dengan iklan melakukan diving di batas vegetasi terumbu karang yang dangkal
dengan lau dalam sambil menunjukkan jempolnya menandakan “OK”. Dan kami pun
berpose disini dengan bantuan guide, dengan cara mendorong kami ke bawah lalu
di foto.
Setelah lelah, ternyata di kapal boat sudah tersedia kelapa muda yang langsung aq sambar, dan tampak dari kejauhan puncak gunung Pulau Manado Tua begitu gagah di tengah hari yang cerah.
Setelah lelah bersnorkeling ria, kami pun kembali ke Pulau Bunaken. Kemudian kami membersihkan diri di kamar mandi yang telah disewakan. Untuk mandi dengan air tawar qt bisa membeli 1 galon air tawar dengan harga Rp 10.000,-/galon. Karena makanan telah dipesan, kami pun makan siang dengan latar pemandangan laut yang cerah.
Dan akhirnya kami pun pulang kembali ke Manado, karena sudah terasa letih plus cuaca mulai gerimis, kami pun tertidur nyenyak dan akhirnya sampai kembali di Pelabuhan Marina, Manado. Pada malam harinya, aq berkeliling kota Manado sambil berjalan kaki dan tujuan utama ku adalah mencari souvenir khas Manado. Ada beberapa tempat penjualan souvenir tersebut yang terletak di Jalan Kawanua yang tidak terlalu jauh dari Pusat Kota Manado.
Dan keesokan harinya aq berangkat ke Bandara Sam Ratulangi, dengan pemandangan matahari terbit gagahnya gunung Klabat (1999 mdpl) dan kembali ke Jakarta dan melanjutkan perjalanan ke Sibolga. Demikian catper ku edisi pertama menjelajah Pulau Sulawesi, semoga selanjutnya bisa menjelajah Kepulauan Wakatobi, mendaki gunung Bawakaraeng, menikmati indahnya danau Poso dan teluk Tomini.
Sampai jumpa di Catper selanjutnya, wasslam..... :)