Ini adalah pengalaman pertama saya dalam hal mendaki gunung
secara resmi. Ketika masih kuliah tingkat II di Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara, pada tahun 2009 grup Mapala yang bernama Stapala mengadakan acara
pendakian massal di kalangan mahasiswa. Sudah sejak lama saya penasaran
bagaimana sich berada di puncak gunung, bagaimana suasana ketika mendaki, dan
apakah saya sanggup ketika mendaki. Dan pada akhirnya saya pun mendaftarkan
diri sebagai peserta pendakian umum. Pendakian diadakan dari tanggal 23-25
Desember 2009. Ini adalah pengalaman yang menginspirasi saya untuk akan terus
mencintai petualangan mendaki gunung.
Pada tanggal 23 Desember 2009 malam, sesuai dengan jadwal
kami pun diberangkatkan oleh panitia pelaksana setelah dibriefing beberapa
saat. Transportasi yang kami gunakan adalah truk tentara. Sungguh asyik
pikirku, berkenalan dengan teman baru dan bisa langsung akrab karena telah
punya hobi baru yang sama, naik gunung.
Tempat yang kami tuju adalah desa terakhir dengan jalur
gunung putri. Saya sendiri tidak tahu persis apa nama desa tersebut. Kira-kira
jam 10 malam kami pun sampai di desa
tersebut, dan mengambil spot perkemahan yang mungkin sudah disediakan oleh
masyarakat setempat stelah melalui beberapa pematang sawah dan ladang. Tenda-tenda
pun didirikan dan akhirnya kami beristirahat untuk mengumpulkan tenaga buat
besok hari yang melelahkan.
Pada tanggal 24 Desember 2009 kami pun terbangun, bagi yang
muslim melaksanakan sholat subuh. Setelah itu acara sarapan pagi, poto-poto
sebelum berangkat, dan yang paling penting, bagi yang ingin buang hajat supaya
menyegerakannya. Karena Cuma di tempat inilah terdapat WC yang dianggap layak
oleh orang yang sudah biasa di peradaban modern di sepanjang jalur pendakian
nantinya. Saya pun masi ingat, jam keberangkatan kami pada waktu itu adalah
07.30 WIB. Dan akhirnya setiap grup dilepas dengan penunjuk jalan masing-masing
yang disediakan oleh panitia.
Pada awalnya saya bertanya-tanya kenapa jalur Gunung Putri
yang dipilih untuk mendaki, dan akhirnya saya sadari jalur Gunung Putri adalah
jalur pendakian terbaik untuk sebagai pemula. Karena treknya yang lebih pendek,
lumayan landai, kering dan tidak bayak cabang. Kalau tidak salah, rute ini
memiliki pos yang berjumlah enam. Sepanjang perjalanan ke pos 5 tidak banyak
yang khas di jalur ini kecuali satu yaitu telaga biru. Itu pun letaknya saya
sudah lupa dimana persisnya. Dan tengah perjalanan kami bertemu dengan
rombongan tentara Kodam Siliwangi IX yang mengadakan latihan fisik dengan rute
sampai ke puncak, lalu turun lagi pada hari itu. Hebat benar pikirku, mereka
diberi oleh Allah SWT fisik yang begitu kuat. Dan saya sendiri syukur-syukur
bisa sampai puncak tanpa kurang apapun. Ketika kami menikmati perjalanan, hujan
pun turun. Masing-masing orang mengeluarkan jas hujan. Dan tepat pukul 12.00
WIB kami pun sampai di Alun-alun Suryakencana yang begitu masyhur. Tempat
dimana Soe Hok Gie, pendiri kelompok pecinta alam pertama di Indonesia, sering
menghabiskan waktu luangnya. Pertama kali dalam hidupku melihat hamparan bunga edelweiss
yang begitu luas, sepanjang mata memandang. Ada yang berteriak, ada yang memuji
Tuhan, dan ekspesi lainnya dari teman-teman satu grup. Berbagai pose pun kami
lakukan, mengingat susahnya perjalanan yang kami tempuh.
Satu hal yang baru yang saya dapatkan adalah betapa di
kawasan puncak gunung begitu cepat berubah. Pada awalnya kami sampai di
Suryakencana dengan cuaca yang amat cerah. Namun perubahan drastis terjadi, 5
menit kemudian cuaca berubah menjadi sangat berkabut. Aneh, tapi saya sangat
menikmatinya. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, di Alun-alun
Suryakencana terdapat kerajaan jin yang dipimpin oleh pangeran keturunan Prabu
Siliwangi, sehingga ada bebarapa pantangan yang tidak boleh dilakukan disini. Dan
akhirnya kami pun menyusuri padang edelweiss yang begitu luas menuju Pos VI. Tempat
dimana kami mendirikan kemah, beristirahat, makan, dan aktivitas lainnya. Disini terdapat sumber air yang begitu jernih dan dingin deperti es. Tak
lama kemudian hujan deras kembali mengguyur kami. Apa boleh buat, tenda yang sudah
dipasang hanya satu-satunya tempat yang aman untuk berlindung hingga malam pun
tiba.
Satu hal yang paling saya ingat adalah malam yang panjang
dan begitu cepat datang dan malam yang sangat beku. Pelajaran yang saya ambil,
kita tidak bisa melawan alam, tapi ikuti aturan. Maksudnya, ketika sudah tahu
ada suhu yang dingin maka bawalah slepping bag. Parahnya, satupun diantara kami
satu grup tidak ada yang membawa sleping bag. Walhasil kami menggigil kedingan
sepanjang malam. Malam yang sangat panjang. Entah berapa kali saya terbangun,
tetap saja jam begitu lama berputar. Sudah memakai 3 lapis kaos kaki dan kaos
tangan, tetap saja serasa ada es batu yang menempel di kaki dan tangan saya.
Ketika pukul 04.00 WIB tanggal 25 Desember 2009, kami pun
dibangunkan panitia untuk segera bersiap-siap kembali, melanjutkan perjalanan
ke pucak Gunung Gede. Pukul 05.00 WIB kami pun mulai bergerak menuju ke puncak,
dan waktu tempuhnya adalah 30 s.d. 60 menit perjalanan. Sesampai di Puncak,
rasa letih kami pun terbayar, pemandangan yang luar biasa. Kami pun berpose
sepuasnya. Dari puncak Gunung Gede jelas terlihat Puncak Gunung Pangrango yang
terkenal dengan Alun-alun Mandalawanginya, sebuah kawasan yang mirip dengan
Alun-alun Suryakencana. Tampak puncak Gunung Pangrango yang ditutupi oleh
pohon-pohon yang lebat. Tidak seperti puncak Gunung Gede yang terdiri dari
kawah yang sangat besat yang hanya ditumbuhi oleh beberapa tanaman perdu.
Setelah letih berpose, perut ini minta diisi, beruntung kami
hanyalah peserta. Jadi, sarapan pagi sudah disediakan oleh panitia. Dan tak
lama setelah itu, kami pun berpose bersama dan dilanjutkan perjalanan menuruni
Gunung Gede melalui jalur Cibodas. Pada pukul 09.30 WIB kami pun mulai bergerak
turun.
Di jalur Cibodas ini, banyak hal-hal yang unik yang akan
dijumpai, mulai dari tanjakan setan, kandang badak (persimpangan ke Puncak
Gunung Gede atau ke Gunung Pangrango), sungai air panas, beberapa air terjun
yang menurut saya amat banyak jumlahnya, kawah mati, dan lain sebagainya.
Khusus tanjakan setan, dinamakan demikian Karena untuk
mendaki atau menuruninya harus memakai tali tambang yang memang sudah terpasang
disitu. Kalau tidak salah, tingginya hamper 15 meter dengan kemiringan hampir
85 derajat. Jadi, untuk menaiki atau menuruninya harus antrian.
Karena barang bawaan saya pada waktu naik terasa berat oleh
makanan, kini sudah tersa ringan. Saya dan beberapa teman memutuskan untuk
berlari menuruni jalur Cibodas. Suatu hal yang agak saya sesali, efeknya saya
merasakan pegal-pegal selama satu minggu bro, :D
Pada pukul 14.00 WIB kami sampai di kandang badak, karena
masi ada roti maka kami putuskan untuk tidak makan berat. Menyursuri jalur
cibodas ini memang enaknya ketika turun, karena kalau pas naik, energi sudah
habis karena banyaknya spot-spot yang indah. Pada pukul 15.00 WIB kami pun
melewati jalur yang dilewati oleh sungai air panas, sehingga di rute ini dibuat
pengaman tali dari baja sebagai penuntun.
Pada pukul 16.00 WIB kami pun sampai di Air Terjun Cibereum.
Sebelumya, saya sudah pernah mampir keair terjun ini pada tahun 2008. Air
terjun yang berjumlah 4 buah di lokasi yang sama. Untuk menguragi rasa letih,
kami pun mandi dan bagi yang muslim melaksanakan sholat. Sebagai catatan, Air
Tejun Cibereum sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat pada akhir pekan. Dan
jarak tempuh untuk mencapai air tejun ini adalah kurang lebih satu setengah jam
dari pintu masuk jalur Cibodas. Cibodas merupakan kebun raya yang dibangun oleh
pemerintah Inggris layaknya Kebun Raya Bogor. Dan sebagian wilayahnya merupakan
cagar alam. Karena wilayah Gunung Gede termasuk daerah tangkapan air utama
untuk sebagian wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Dan akhirnya perjalanan pendakian Gunung Gede selesai pada
pukul 19.00, kami pun menaiki truk tentara lagi dan kembali ke kampus STAN,
Jurangmangu.
n/b: untuk mendaki Gunung Gede-Pangrango harus
mengkonfirmasi dan mendaftarkan diri jauh-jauh hari minimal 7 hari sebelum
mendaki. Dengan menyiapkan administrsi berupa fotokopi KTP dan membayar
administrasi ke Pengelola Taman Nasional Gede-Pangrango (TNGP). Dan TNGP sering
ditutup karena cuaca buruk dan pemeliharaan alam karena banyaknya pendaki yang
mengunjungi kawasan ini setiap tahunnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar