Selasa, 20 Agustus 2013

Sorik Marapi, Puncak nan Indah yang Terlupakan

Gunung Sorik Marapi belum banyak diketahui oleh khalayak pecinta Gunung di Indonesia. Mungkin karena akses ke Gunung ini cukup terpencil atau memang pengenalan terhadap  keberadaan gunung ini tidak seterkenal Gunung Sibayak atau pun Gunung Sinabung yang sama-sama terletak di Provinsi Sumatera Utara. Berada di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara, gunung ini  merupakan puncak tertinggi di kawasan tersebut. Sorik Marapi merupakan gunung berapi aktif jenis strato yang berketinggian 2.145 Mdpl. Koordinat puncak gunung adalah 0°41' 11" LS and 99° 32' 13" BT.. Gunung ini memiliki danau vulkanik di puncaknya sekaligus menjadi danau tertinggi di Sumatera Utara. Akses menuju gunung ini adalah Jakarta – Padang (pesawat), Padang – Payabungan (transport darat kurang lebih 7 jam) atau  Jakarta – Medan (pesawat), Medan – Panyabungan  (transport darat kurang lebih 12 jam), lalu dari Kota Panyabungan melanjutkan perjalanan ke desa Sibanggor Julu (titik pendakian) ke arah Selatan Kota Panyabungan sekitar 1 s.d. 2 jam perjalanan dengan angkutanm umum.


Sesuai dengan rencana, pada tanggal 24 Desember 2012, Saya, Bro Boboy  dan Kang Nana (teman satu kantor) akhirnya naik ke Gunung Sorik Marapi. Perjalanan kami mulai pada hari Minggu, 23 Desember 2012  mengingat kami harus mendaki pada pagi hari tanggal 24 Desember 2012. Kami pun memulai perjalanan Pukul 14.30 WIB dari Kota Padangsidempuan yang berjarak 70 km dari Kota Panyabungan sekitar 2 jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Dan setelah sampai di Panyabungan, kami istirahat sejenak untuk makan dan kembali melanjutkan perjalanan ke desa Sibanggor Julu. Tepat Pukul 19.00 kami sampai di desa tersebut dan menjumpai kawan yang kebetulan berdomisili di tetangga desa tersebut. Dan beliau pun mengantar kami menuju rumah kepala desa Sibanggor Julu untuk melapor dan sekaligus menjumpai guide yang akan membawa kami pada esok harinya. Setelah berdiskusi sejenak, kami pun memberikan biaya administrasi sebesar Rp 50.000,- untuk kas desa sesuai dengan peraturan penduduk setempat. Dan akhirnya kami memutuskan untuk menginap di rumah kawan yang berada di tetangga desa tersebut. Sebagai catatan, bagi yang tidak punya saudara di daerah ini, rumah kepala desa biasa digunakan untuk tempat penginapan bagi para pendaki, dan tidk usah khawatir, kepala Desa akan menerima tamu siapa saja yang datang untuk menginap di rumahnya. Dan terkhusus untuk kaum hawa, gunung ini tidak boleh didaki, karena menurut kepecayaan masyarakat setempat, ketika ada kaum hawa yang mendaki, maka gunung tersebut akan bergejolak.


 
Setelah sarapan pagi, kami pun memulai perjalanan pada tanggal 24 Desember 2012 Pukul 06.30 WIB. Berhubung pada saat itu terjadi musim harimau berkeliaran, maka kami pun ditemani  2 orang guide. Biaya per guide adalah Rp. 150.000,-.

Sebelum berangkat, kami pun berpose sejenak mengabadikan matahari terbit ditambah pemandangan desa Sibanggor Julu yang memiliki perumahan penduduk beratapkan Ijuk, yang merupakan serabut pohon Aren, bahkan ada yang sudah mencapai ratusan tahun hingga ditumbuhi oleh lumut-lumutan.




Setelah satu jam perjalanan, kami pun sampai di kawah matiyang dulunya merupakan tambang belerang yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk mencari penghasilan tambahan. Sebagai catatan jalur pendakian gunung ini relative curam, sekitar 50 s.d. 75 derajat. Sehingga diperlukan persiapan fisik yang bagus untuk mendaki.






Tepat ditengah jalan, kami pun menyimpan sebagian barang yang dibawa dibalik pepohonan agar bawaan tidak terlalu berat.




Setelah hampir 4 jam perjalanan kami pun sampai di vegetasi puncak. Karena perut terasa lapar, saya dan Kang Nana memutuskan untuk makan siang dan membiarkan yang lain untuk lebih dulu ke Puncak. Setelah selesai makan siang, saya dan Kang Nana menyusul yang lainnya ke Puncak. Dan begitu sampai di Puncak, rasa lelah pun terbayarkan dengan lunas. Namun sayang, kaki saya mengalami kontraksi di bagian lutut, sehingga keinginan untuk mencapai dasar kawah tidak bisa kesampaian. Kawah Gunung Sorik Marapi ini mempunyai diameter 1,5 Km dan mempunyai Danau Vulkanik dengan airnya yang hijau.Untuk memfoto seluruh bagian kawah harus memakai lensa wide dan menunggu momen yang tepat karena awan seringakali muncul sehingga wilayah sekitar puncak ditutupi kabut tebal. Oleh penduduk setempat, belerang yang terdapat di dasar kawah dijadikan sebagai tambahan penghasilan. Dan setiap orang mampu membawa 20 sd. 80 kg sekali mendaki. Hal ini mengingatkan saya dengan Gunung Kawah Ijen, dimana penduduk setempat mempunyai mata pencaharian sebagai penambang belerang. Kebiasaan setempat setempat jika akan memasuki puncak Sorik marapi adalah mengumandangkan azan, hal ini dipercaya agar segala marabahaya tidak datang.












Setelah puas menikmati puncak, kami pun mulai bergegas turun pada pukul 13.30 WIB. Gunung ini merupakan bagian dari Taman Nasional Batang Gadis yang mempunyai habitat jenis burung terbanyak di dunia. Disini bermukim pula Harimau dan Beruang Sumatera. Pada saat itu lagi musim harimau yang berkeliaran. Dan pada saat turun dari puncak, ntah saya salah, terdengar sebuah suara yang mirip suara sang raja rimba. Karena fokus pada perjalanan, saya pun enggan membicarakannya dengan yang lain. Dan pada pukul 16.30 WIB, dengan sisa-sisa tenaga dan kaki yang sakit saya pun sampai di desa Sibanggor Julu tanpa kurang apapun. 












Sebenarnya masi terdapat tempat lain yang masih bisa dikunjungi, yaitu pemandian air panas dan air terjun yang terletak 1 jam perjalanan dari desa Sibanggor Julu. Namun berhubung hujan, kami pun buru-buru untuk melanjutkan perjalanan ke Panyabungan berhubung kondisi fisik yang sudah drop. dan kembali ke Kota padangsidempuan. Thank’s to my friends, Zoelpahlewi, Boboy Andika Harahap, Kang Nana, dan 2 guide yang membawa kami.

8 komentar:

  1. Keren... apalagi view rumah penduduknya. Gk kalah sama Kampung Naga di jawa... :D
    Tapi sayang yah cewek gk diijinin buat mendaki kesana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama nya juga kepercayaan setempat, sebagai pengunjung, qt harus mengikuti kearifan lokal, walau kadang-kadang di zaman modern sekarang hal-hal tersebut tidak masuk akal, :)

      Hapus
  2. Permisi mas. Perkenalkan saya adon, saya mahasiswa dari usu. Begini mas yg mau saya tanyakan ketika mas berada di desa sibanggor julu biaya retribusi apa saja yg dikerluarkan ? Dan apa di puncak gunung bisa mendirikan tenda untuk menginap mas ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Retribusi yg di bayar oleh kami, ketika mendaki ke sorik marapi adalah memberikan uang sejumlah rp 50.000 untuk mengisi kas desa, bisa jd biaya retribusi ny bisa naik, karena saya terakhir naik ke sana desember 2013, klw menginap di puncak di pastikan tidak bisa, karena memang puncak ny merupakan kawah yg sangat besar, di khawatirkan asap belerang dari kawah bisa saja muncul, hal tersebut bisa membahayakan, akan tetapi, ada juga tempat sebelum sampai k puncak yg bisa dijadikan tempat berkemah, namun disana masih banyak harimau berkeliaran,

      Hapus
  3. Mantap bg. Bisa bg artikel ini di publish ke portal berita online madina.

    BalasHapus
    Balasan
    1. silahkan....dengan senang hati, namun jangan lupa menuliskan kutipan sumber tulisannya bg

      Hapus
  4. izin berbagi info ya bang..
    jika ingin mendirikan tenda di puncak, saya sarankan di sekitar danau, selain dekat dengan air juga aman dari asap belerang karena letaknya yg cekung jg angin jg tidak terlalu kencang karena terhalang dinding2 tebing diatas danau .
    Saya dan teman2 dari Kompas Sinunukan sudah 2 kali nginap dipuncak Alhamdulilh aman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ok, terima kasih tambahan informasinya, salam lestari

      Hapus